Thursday, January 6, 2011

Secara definitif, menurut Paul Cobley dan Litza Janz (2002:4), Semiotika berasal dari kata seme, bahasa Yunani, yang berarti penafsir tanda. Literatur lain menjelaskan bahwa semiotika berasa dari kata semeion, yang berarti tanda. Dalam pengertian yang lebih luas, sebagai teori, semiotika berarti studi sistematis mengenai produksi dan interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya, apa manfaatnya terhadap kehidupan manusia. Kehidupan manusia dipenuhi oleh tanda, dengan perantaraan tanda-tanda proses kehidupan menjadi lebih efisien, dengan perantaraan tanda-tanda manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya, sekaligus mengadakan pemahaman yang lebih baik terhadap dunia, dengan demikian manusia adalah homo semioticus.

Menurut Van Zoest(1993:1), semiotika memperoleh perhatian yang lebih serius di abad ke-18, sekaligus mulai menggunakan istilah semiotika, yaitu oleh J.H Lambert. Atas dasar perkembangan ilmu ketandaan itulah, Halliday (1992;4-5) menyebutkan semiotika sebagai kajian umum, dimana bahasa dan sastra hanyalah salah satu bidang di dalamnya. Meskipun demikian, justru dalam bahasa dan sastralah kajian semiotika dilakukan secara mendalam, sehingga pada periode dan semestaan tertentu semiotika seolah-olah menjadi dominan ilmu sastra.

Meskipun pengkajian mengenai tanda dilakukan sepanjang abad, tetapi pengkajian secara benar-benar ilmiah baru dilakukan awal abad ke-20, yang dilakukan oleh dua orang ahli yang hidup pada zaman yang sama, dengan konsep dan paradigma yang hampir sama, tetapi sama sekali tidak saling mengenal. Kedua sarjana tersebut adalah Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Charles Sanders Peirce (1839-1914). Saussure adalah ahli bahasa, sedangkan Peirce adalah ahli filsafat dan logika, tetapi di samping itu ia juga menekuni bidang ilmu kealaman, psikologi, astronomi, dan agama. Saussure mengggunakan istilah semiologi, sedangkan Peirce menggunakan istilah semiotika. Dalam perkembangan berikut, istilah semiotikalah yang lebih populer.

Konsep-konsep Saussure mengenai semiotika, terdiri atas pasangan beroposisi, tanda yang memiliki dua sisi, sebagai dikotomi, seperti penanda (signifier, significant, semaion) dan petanda (signified, signifie, semainomenon), ucapan individual (parole) dan bahasa umum (langue), sintagmatis dan paradigmatic, dan diakroni dan sinkroni. Penanda dan petanda dianggap sebagai konsep Saussure yang terpenting. Penanda, gambaran akustik adalah aspek material sebagaimana bunyi, sebagai citra akustis yang tertangkap pada saat orang berbicara. Petanda adalah aspek konsep. Penanda dan petanda memperoleh arti dalam pertentangannya dengan penanda dan petanda yang lain. Hubungan antara penanda dengan petanda bersifat arbitrer. Burung dalam bahasa Inggris disebut bird, dalam bahasa Bali disebut Kedis. Ini dibedakan dengan tanda yang memiliki motivasi, yang disebut simbol-simbol, seperti timbangan sebagai simbol keadilan.

Sebagai ilmu, semiotika berfungsi untuk mengungkapkan secara ilmiah keseluruhan tanda dalam kehidupan manusia, baik tanda verbal maupun non verbal. Sebagai pengetahuan praktis, pemahaman terhadap keberadaan tanda-tanda, khususnya yang dialami dalam kehidupan sehari-hari berfungsi untuk meningkatkan kualitas kehidupan melalui efektivitas dan efesiensi energi yang harus dikeluarkan. Memahami sistem tanda, bagaimana cara kerjanya, berarti menikmati suatu kehidupan yang lebih baik. Konflik, salah paham,, dan berbagai perbedaan pendapat diakubatkan oleh adanya perbedaan penafsiran terhadap tanda-tanda kehidupan. Di satu pihak, ilmuwan sosial mencoba memecahkan perbedaan yang terjadi dengan cara menemukan latar belakangnya, sekaligus memecahkannya secara teoretis, misalnya dengan teori konflik. Di pihak yang lain, ia juga dapat memecahkannya melalui semiotika, misalnya semiotika interaksi social. Tujuan yang dicapai sama, yaitu mengatasi konflik suatu masyarakat tertentu.

Semiotikus kontemporer, Umberto Eco yang lahir di Italia pada tahun 1932, yang terkenal dengan novelnya The Name of Rose dan Foucalt Pendulum, mengatakan bahwa semiotika berhubungan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda. Sebuah tanda adalah segala sesuatu yang secara signifikan dapat menggantikan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain tidak harus eksis atau hadir secara aktual. Jadi, semiotika adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berbohong. Batu, sebagai semata-mata batu bukanlah tanda, melainkan benda, material, tetapi apabila batu tersebut dimanfaatkan untuk mewakili sesuatu yang lain misalnya, sebagai jimat, maka batu tersebut sudah berubah menjadi tanda.
Dengan adanya tanda-tanda sebagai ciri khas yang meliputi seluruh kehidupan manusia, dari komunikasi yang paling alamiah hingga sistem budaya yang paling kompleks, maka bidang paenerapan semiotika pada dasarnya tidak terbatas.

Menurut Aart Van Zoest (1993:102-151), secara akademis semiotika dianggap sesuai ditetapkan pada beberapa disiplin, seperti: arsitektur, perfilman, sandiwara, musik, kebudayaan, interaksi sosial, psikologi dan media massa. Setiap bangunan memiliki fungsi masing-masing, sebagai denotasi, jadi, semacam gramatika arsitektur, misalnya, pura untuk sembahyang. Demikian pula, setiap bangunan memiliki konotasi, misalnya, megah, kumuh, dan sebagainya. Aspek sintaksis, semantik, dan pragmatis bangunan dipahami dalam kaitannya dengan bangunan yang lebih kompleks, makna, dan pengaruhnya terhadap masyarakat. Cara yang sama dapat dilakukan terhadap tata ruang, peralatan yang terdapat dari diu dalam bangunan. Pesatnya pembangunan perumahan penduduk, kompleks pertokoan, kompleks hiburan, dan sebagainya, pada dasarnya juga memerlukan pemahaman secara semiotik. Rumah yang sengaja dibangun dengan model kuno, atau sebaliknya modern, toko-toko dengan pintu lebar atau tanpa pintu, secara semiotik memiliki tujuan tertentu sebagaimana diharapkan oleh pemiliknya.

Jadi, pemanfaatan sistem tanda secara benar mempermudah aktivitas kehidupan, dengan menggunakan energi secara minimal, tetapi memperoleh hasil secara maksimal.

By : Zoe
Referensi: Zulhair.blogspot.com/2010/05/semantik.html, Myping.com, Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, S.U.2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme hingga Postrukturalisme, Perspektif Wacana naratif. Pustaka Pelajar:Yogyakarta

0 Comments:

Post a Comment



 

FREE HOT BODYPAINTING | HOT GIRL GALERRY